MAMA, kita nengok Papa yuk.” Suara Lisa membuyarkan lamunan ku. Melalui kaca lemari hias kulihat dia tegak berdiri diamabang pintu kamar. Segera dia berlari kepelukanku. Lisa mau lihat Papa, Ma, katanya lagi sambil memandang wajahku sejurus. Aku Cuma mengangguk. Dan tak terasa kedua kelopak ku basah. Mama? Lisa menatap ku heran. Mama menangis, Ma? Aku hanya memeluknya lebih erat. Haruskah kuceritakan pertengkaran ku semalam kepada putri ku yang masih kecil? “Papa sakit, Lisa. Karena itu Mama menangis,sahutku lirih.
Suamiku mendapat penyakit darah
timggi yang cukup gawat. Tadi malam kami bertengkar. Dia begitu gusar sehingga
tidak dapat menahan dirinya lagi. Mama sayang
Papa ya? Mata Lisa langsung menatap ke mata ku. Menyelidik, . kenapa
semalam Papa disuruh pergi, Ma? Berdebar hatiku dibuatnya. Tadi malam? Kutatap
tajam-tajam kedua bola matanya yang bening. Ah, setiap kulihat kedua matanya ,
aku teringat Handoko. Bekas kekasih ku. Aku sadar, kedua mata Lisa bukan milik
mas Dedi suamiku. Itu adalah milik
Handoko, karena Lisa hsil cinta remaja yang terlalu menggelora antara
aku dan Handoko, delapan tahun yang lalu. Kami sama-sama muda saat itu.
Sama-sama tidak tahu akibat yng bakal
terjadi. Sehingga Handoko sempat membenehi Lisa di rahimku. Dan ketka Handoko
lari dari tanggung jawab, hanya mas Dedi seorang yang mau menerima ku
sebagai istrinya dan menganggap Lisa
sebagai anaknya sendiri. Iya tadi malam Lisa belum tidur, katanya nyaring,
membangukan aku kembali dari kenngan masa lalu. Lisa dan tante Nuniek melihat
Papa keluar. Papa terus pergi. Tidak mencium Lisa. Papa marah sama Lisa ya, Ma?
Tidak, sayang, gumamku lembut.
Papa sayang Lisa. Kucium kedua pipinya sepuas-puasnya. Sekarang tidur dulu ya.
Nanti sore kita menengok Papa. Aku bangkit dan mengantar Lisa kekamarnya.
Segera ku gantkan bajunya dan ku gendong dia keranjang. Tidur yang manis ya. Ku
kecup dahinya. Mama...., Lisa memegang lenganku. Minggu ddepan tanggal dua
puluh,Ma...... aku mengerutkan kening dan dan menoleh ke alamanak yang
tergantung di dingding . alamanak itu sudah penuh dengan corat-coretan mulai
dari tanggal satu sampai dengan tanggal hari ini. Mama, lupa? Itu kan hari
ulang tahun Lisa, Ma. Kulihat kekecewaan di mata anak ku. O, tuhan, sampai-sampai
aku tak tahu lagi hari ulang tahun putri tunggalku. ! mama...Lisa menelitiwajah
ku. Kita tidak bisa pesta ya, Ma? Tak sengaja mataku beradu dengan matanya.
Papa sedang sakit. Suara Lisa menurun. Nadanya terdenganr sangat kecewa. Tante
Nuniek bilang, kita tidak akan pesta sampai Papa sembuh. Papa akan sembuh.
Terlompat begitusaja kata-kata itu dari mulut ku. Papa akan sembuh , Lisa. Kita
akan pesta dan semua teman-teman Lisa akan kita undang.
Mata Lisa bercahaya dalam
kegembiraan. Ada tamu, Mbak. Nuniek tegak di ambang pintu. Tante nuniek1! Kita
akan pesta! Lisa menghambur dairi pangkuanku dan lari memburu Nuniek. Papa akan
sembuh, Tante! Lisa akan mengundang semua teman Lisa, Horeee...! nuniek
tersenyum. Nuniek adalah adik mas Dedi yang paling bungsu. Sejak setahun yang
lalu dia ikut kami. Mama......Lisa memegang tangan ku. Matanya yang bulat dan
bening menatap ku sungguh-sungguh. Apa sayang? Aku mencoba tersenyum lembut menatapnya. Sebuah boneka yang bisa
bicara? Atau....,alat-alat gambar? Lisa menggeleng . ditatap mata ku
dalam-dalam. Lisa minta adik Ma, katanya tenang. Aku tertegun mendengar
permintaanya kali ini. Lisa minta boneka yang bisa jalan. Bisa bicara. Bisa
ngejar Lisa. Juga bisa tidur dan main sama Lisa. Tante nuniek bilang... segera
kulirik Nuniek. Itu bukan boneka lagi. Itu namanya adik, dan adik Cuma bisa di
beli di perut Mama. Anak pandai. Suatu suara mengejutkan dari belakangku. Aku
tak perlu menoleh lagi. Karena suara itu sudah demikian ku kenal. Handoko
melewati ku dan berlutut di muka Lisa.
O, Tuhan, ! seadainya kami lebih
dewasa delapan tahun yang lalu. Hal ini tidak perlu terjadi. Tak perlu kami
bohongi anak tak berdosa ini siapa ayahnya. Sebuah boneka yang bisa jalan dan
bicara.... Handoko tersenyum ramah kepada Lisa. Di pegangnya ke dua tangan
annak itu. Oom Handoko akan berikan
kepada Lisa. Oom janji. Mata Lisa melebar. Yang bisa mengejar Lisa? Adik Lisa?
Tanyanya bersemangat. Tapi kata Tante nuniek...Lisa menatap Nuniek di
belakangnya. Kata tante, hanya Mama yang
bisa memberikan. Handoko menoleh sebentar ke arah ku. Pandangannya begitu
menusuk. Tapi bibirnya tetap tersenyum. Aku hanya dapat menunduk dan berusaha
tidak menangis. Apa jadinya kalau aku sampai menangis? Boneka yang bisa ngejar
Lisa, akan Oom berikan tahun depan. Dan tahun ini? “Cuma yang bisa jalan dan
bicara.”seyum yang cerah menghias bibir mungil Lisa. Dan Oom akan datang di
pesta Lisa? Betul? Oom janji? Tanya Lisa bersemangat. Oom janji, handoko
kembali tersenyum. Terima kasih, Oom. Lisa tertawa gembira.
Oom sangat baik. Lisa mau cium
Om. Boleh ya, Ma? Aku tertegun. Belum sempat berkata apa-apa ketika Handoko
sudah menyorkan wajahnya ke bibir Lisa. Lisa mengecup lembut dahi Handoko. Aku
tak dapat lagi menahan air mataku.. segera kupalingkan wajah ku dan keluar di
ikuti Handoko. Anak yang lucu. Begitu manis, gumamnya sambil berjalan mengikuti
ku keruang depan. Kita dapat bahagia
bertiga, tien. Percayalah. Sejak kedatangannya senulan yang lalu Handoko terus
berusaha membujukku dan Lisa turut ikut denganya ke sumatra. Karena disana dia
telah mempunyai kedudukan yang kuat. Tidak seperti delapan tahun yang lalu
ketika dia meninggalkan aku sendiri saja bersama bayinya dalam rahim ku.
Maafkan aku, Han, kataku perlahan. Mas Dedi sangat baik. Aku tak dapat begitu
saja meninggalkannya. Aku yakin kau tak
bisa mencintainya. Jangan menipu diri. Jika itu kau katakan delapan tahun yang
lalu, memang benar. Tapi tidak sekarng! Kataku tegas. Memang aku tak
mencintainya ketika terpaksa menerima lamarannya. Tapi aku telah berusaha. Sedikit
demi sedikit. Amat sulit memang. Tapi akhirnya aku dapat menerimanya” Handoko
terdiam.
Aku tak mau mengulangi kesalahan
ku yang kemarin, Han. Dia begitu membutuhkan diriku. Tapi aku tidak berada di
sisinya. Malah aku pergi bersama kau Han. Aku menangis perlahan. Handoko hanya
diam mengawasi. Tien.....katanya akhirnya. Sunyi sebentar. Aku tidak akan
memaksamu, seandainya sekarang kau dapat bahagia dengan suami mu sekarang. Aku tidak akan mengganggu rumah tangga mu lagi.
Handoko berdiri dan kami saling bertatapan. Lama. Hanya mata kami yang
saling bicara. Kapan kau berangkat Han?” Nanti sore.” Lambat-lambat dia mencium
kening ku. “Ciuman dari seorang sahabat,” katanya perlahan. Aku mengangguk
lemah. “Selamat tinggal, Tien.” Handoko baru mau melangkah pergi ketika tiba0tiba suara Lisa
memecah kesunyian. Oom....” Handoko tertegun. Lisa melongokan kepalanya dari
jendela kamar. Lisa gak bisa tidur, Om, katanya sambil tersenyum. Oom janji
datang ke pestra Lisa kan? Nah, Oom
belum tahu tanggalnya. Tanggal 20 jam 10!” lagi-lagi Handoko tertegun. Dia
melihat sekilas kearah ku. Oom akan datang, Lisam katanya lirih sambil
tersenyum. Seandainya kami tidak melakukan kesalahan itu. Mereka tak usah
berpisah sekarang . tak akan ada perpisahan antara seorang ayah dengan
putrinya. !
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Mas Dedi sedang duduk di
pembaringan saat aku dan Lisa meneengoknya sore itu. Papa! Lisa lari mengambur
kepelukan ayahnya. Papa, lisa sayang papa! Di kecupnya pipi ayahnya. Dan ini
satu lagi dari Mama katanya sambil mengecup pipi yang satunya lagi. Mas Dedi
tersenyum menatap Lisa. Sekilas dia menatap ku. Tiba-tiba saja dia mengeluh
berat. Kenapa, Pa? Lisa merangkul manja. Kata Mama, Papa akan cepat sembuh.
Lisa , ku potong kata-katanya sambil duduk di sisi pembaringan. Sekarang
duduklah yang manis. Lisa mematuhi perintah ku. Mas......, Kubelai wajah suami
ku perlahan. Hanya itu yang dapat keluar dari mulut ku. Maafkan kejadian
semalam...., Aku baru hendak berkata lagi ketika perawat menyentuh bahu ku.
Maaf, bu, Bapak tidak boleh terlalu lelah. Kalau begitu, beristirahat saja
dulu, ,Mas. Jangan pikirkan apa-apa. Aku
bangkit dan membimbing tangan Lisa.
Bilang sama Pap, Lisa mau pulang dulu ya. Papa, Lisa ulang tahun minggu depan.
Papa cepat sembuh ya. Lisa mau pesta sama teman-teman. Mas Dedi bergumam lemah,
tak jelas apa yang di katakanya. Papa? Lisa nggak ngerti apa yang Papa bilang.
? Papa menanyakan hadiah ulang tahun mu,
Lisa, kata ku mencoba menengahi. Boneka beruang Papa. Yang besar dan coklat.
Seperti punya Titin.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Ketika memasuki kamar Lisa malam
itu. Dia sedang asyik mencoret tanggal sembilan belas di alamanak diatas
ranjangnya. Mama......, suaranya sangat cerah. Besok Lisa ulang tahun. Lihat ,
Ma! Lisa menujuk sebuah kursi di sudut kamar. Disana, diatas kursi, Lisa telah
menyiapkan gaun serba merah, sepatu merah, kaus kaki dan tas merah, pita merah,
semuanya tersusun rapi. Itu yang akan Lisa pakai besok, Ma. Semuanya serba
merah. Mama bilang merah ini berarti kegembiraan, bukan? Aku begitu terharu.
Lisa benar-benar sudah bersiap untuk berpesta. ! sekarang tidur dulu ya.
Sudah malam,nanti Lisa terlambat bangun
besok. Kataku sambil membaringkan Lisa dan menecup dahinya, wajah Handoko
tercermin nyata di wajahnya. Aku mengeluh perlahan dan segera mematikan lampu
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Jam
dingding hampir menujuk ke angka sepuluh ketika kulayangkan sekali lagi
pandangan ku keseluruh kamar tidur Lisa.semuanya sudah tampak rapi, sebentar
lagi Lisa akan pulang. Dia akan berlari-lari kekamarnya dan menemukan begitu
banyak hadiah yang begitu di harapkannya. Dia akan melompat-lompat dan
menari-nari ke girangan. Tawanya yang cerah akan pecah berderai seakan-akan
tidak akan berhenti. Membayangkan lagak putriku, diam-diam aku tersenyum sendiri. Dan ketika ku balikan tubuh ku,
Handoko telah berada di ambang pintu. Ada boneka besar ditangannya. Kami bertatapan
sebentar. Akan ku berikan sendiri kepadanya. Terima kasih, Han. Kamu adalah
tamunya yang pertama. Akku mencoba tersenyum ramah. Handoko membalas senyum ku
dengan memperhatikan sebuah gambar di atas ranjang Lisa. Gambar yang sederhana.
Gambar buatan anak kecil. Ini tebtu gambaran Lisa. Handoko tersenyum melihat memandang gambar seorang perempuan
kecil di tengah-tengah kedua orang
tuanya. Buat Papa dan Mama, tertulis diatas gambaran itu denga tulisan-tulisan
besar dan lucu. Hadiah istimewa untuk aku dan mas Dedi. Tentu gambar ku. Aku
menunjuk. Dan ini mas Dedi. Ini Lisa .....oh! tiba-tiba telpon berdering. Handoko segera mengangkatnya. Tak sengaja
matanya bertatapan dengan mata ku. Dan tiba-tiba wajah nya memucat. Lisa?!
Desisku histeris. Oh, anak ku! Pasti terjadi sesuatu dengannya. ! Aku dapat
merasakan nya.
Aku meraskan sembilu semakin
dalam mengoyak-ngoyak hati ku. Ya, Tuhan! Diambil maut. Lisa masih mendambakan
pesta ulang tahunnya! Ulang tahun yang
terakhir! Oom..., desahnya begitu
melihat Handoko yang berlutut dibelakangnku.
“Mana..., bonekanya.? Handoko menyerahkan boneka besar yang sejak
tadi di peluknya. Dia sudah tidak dapat
mengucapkan sepatah kata pun. Karena begitu membuka mulutnya, tangisnya pasti akan meledak tak tertaahankan
lagi.
Tahun.... depan...,adik Lisa ya,
Oom? Desisi Lisa dengan susah payah. Sebentar-sebentar dia menyeringai menahan
sakit. Tapi dia masih ingin bicara. Dia baahkan hendak mengulurkan tangannya
untuk membelai boneka itu. Handoko cepat-cepat
meletakan bonekanya di sis Lisa. Tapi Lisa sudah tidak mampu
membelainya. Dia hanya menatap dengan lirih. Lisa capek,Ma....,rintihnya lemah.
Memegang lengan Lisa erat-erat begitu di lihatnya bola mata Lisa mulai membalik
dan memudar. Lisa...., mau tidur...,
dulu...., suaranya hampir tidak terdengar. Nanti..., kalau
teman-teman ...,, sudah datang....,, bangunin Lisa ya, Ma...”
jangan pergi Lisa! Aku menjerit
menelukup diatas tubuhnya. Jangan tinggalkan,Mama!” tetapi Lisa sudah pergi.
Matanya tertutup rapat. Begitu manis, begitu lelap. Sekarang dia hanya tertidur....
“Tidur yang manis, Anakku.
Handoko mengecup lembut keningnya. Saat itu pintu terbuka. Seorang perawat
mendorong sebuah kursi roda. Diatas kursi itu mas Dedi duduk memeluk boneka
beruang permintaan Lisa. Terlambat. Lisa
sudah pergi. Dan tak akan dapat lagi bermain dengan boneka itu. Aku sudah tidak
ingat apa-apa lagi. Yang terakhir ku ingat hanyalah kamar tidur Lisa. Kamar
yang sudah siap untuk berpesta. Teman-teman Lisa yang berdatangan dengan kado
untuk Lisa. Di tangan mereka. Yang sia-sia menanti kedatangan Lisa kembali.
Dan......., alamanak yang penuh denga coretan. Angka dua puluh belum lagi di
coret. Lisa belum sempat mencoretnya...
***********************
0 komentar:
Posting Komentar