Jumat, 01 Juni 2012

"Ulang Tahun Terakhir"


MAMA, kita nengok Papa yuk.” Suara Lisa membuyarkan lamunan ku. Melalui kaca lemari hias kulihat dia tegak berdiri diamabang pintu kamar. Segera dia berlari kepelukanku. Lisa mau lihat Papa, Ma, katanya lagi sambil memandang wajahku sejurus. Aku Cuma mengangguk. Dan tak terasa kedua kelopak ku basah. Mama? Lisa menatap ku heran. Mama menangis, Ma? Aku hanya memeluknya lebih erat. Haruskah kuceritakan pertengkaran ku semalam kepada putri ku yang masih kecil? “Papa sakit, Lisa. Karena itu Mama menangis,sahutku lirih.

Suamiku mendapat penyakit darah timggi yang cukup gawat. Tadi malam kami bertengkar. Dia begitu gusar sehingga tidak dapat menahan dirinya lagi. Mama sayang  Papa ya? Mata Lisa langsung menatap ke mata ku. Menyelidik, . kenapa semalam Papa disuruh pergi, Ma? Berdebar hatiku dibuatnya. Tadi malam? Kutatap tajam-tajam kedua bola matanya yang bening. Ah, setiap kulihat kedua matanya , aku teringat Handoko. Bekas kekasih ku. Aku sadar, kedua mata Lisa bukan milik mas Dedi suamiku. Itu adalah milik  Handoko, karena Lisa hsil cinta remaja yang terlalu menggelora antara aku dan Handoko, delapan tahun yang lalu. Kami sama-sama muda saat itu. Sama-sama tidak tahu akibat  yng bakal terjadi. Sehingga Handoko sempat membenehi Lisa di rahimku. Dan ketka Handoko lari dari tanggung jawab, hanya mas Dedi seorang yang mau menerima ku sebagai  istrinya dan menganggap Lisa sebagai anaknya sendiri. Iya tadi malam Lisa belum tidur, katanya nyaring, membangukan aku kembali dari kenngan masa lalu. Lisa dan tante Nuniek melihat Papa keluar. Papa terus pergi. Tidak mencium Lisa. Papa marah sama Lisa ya, Ma?

Tidak, sayang, gumamku lembut. Papa sayang Lisa. Kucium kedua pipinya sepuas-puasnya. Sekarang tidur dulu ya. Nanti sore kita menengok Papa. Aku bangkit dan mengantar Lisa kekamarnya. Segera ku gantkan bajunya dan ku gendong dia keranjang. Tidur yang manis ya. Ku kecup dahinya. Mama...., Lisa memegang lenganku. Minggu ddepan tanggal dua puluh,Ma...... aku mengerutkan kening dan dan menoleh ke alamanak yang tergantung di dingding . alamanak itu sudah penuh dengan corat-coretan mulai dari tanggal satu sampai dengan tanggal hari ini. Mama, lupa? Itu kan hari ulang tahun Lisa, Ma. Kulihat kekecewaan di mata anak ku. O, tuhan, sampai-sampai aku tak tahu lagi hari ulang tahun putri tunggalku. ! mama...Lisa menelitiwajah ku. Kita tidak bisa pesta ya, Ma? Tak sengaja mataku beradu dengan matanya. Papa sedang sakit. Suara Lisa menurun. Nadanya terdenganr sangat kecewa. Tante Nuniek bilang, kita tidak akan pesta sampai Papa sembuh. Papa akan sembuh. Terlompat begitusaja kata-kata itu dari mulut ku. Papa akan sembuh , Lisa. Kita akan pesta dan semua teman-teman Lisa akan kita undang.

Mata Lisa bercahaya dalam kegembiraan. Ada tamu, Mbak. Nuniek tegak di ambang pintu. Tante nuniek1! Kita akan pesta! Lisa menghambur dairi pangkuanku dan lari memburu Nuniek. Papa akan sembuh, Tante! Lisa akan mengundang semua teman Lisa, Horeee...! nuniek tersenyum. Nuniek adalah adik mas Dedi yang paling bungsu. Sejak setahun yang lalu dia ikut kami. Mama......Lisa memegang tangan ku. Matanya yang bulat dan bening menatap ku sungguh-sungguh. Apa sayang? Aku mencoba tersenyum  lembut menatapnya. Sebuah boneka yang bisa bicara? Atau....,alat-alat gambar? Lisa menggeleng . ditatap mata ku dalam-dalam. Lisa minta adik Ma, katanya tenang. Aku tertegun mendengar permintaanya kali ini. Lisa minta boneka yang bisa jalan. Bisa bicara. Bisa ngejar Lisa. Juga bisa tidur dan main sama Lisa. Tante nuniek bilang... segera kulirik Nuniek. Itu bukan boneka lagi. Itu namanya adik, dan adik Cuma bisa di beli di perut Mama. Anak pandai. Suatu suara mengejutkan dari belakangku. Aku tak perlu menoleh lagi. Karena suara itu sudah demikian ku kenal. Handoko melewati ku dan berlutut di muka Lisa.

O, Tuhan, ! seadainya kami lebih dewasa delapan tahun yang lalu. Hal ini tidak perlu terjadi. Tak perlu kami bohongi anak tak berdosa ini siapa ayahnya. Sebuah boneka yang bisa jalan dan bicara.... Handoko tersenyum ramah kepada Lisa. Di pegangnya ke dua tangan annak itu.  Oom Handoko akan berikan kepada Lisa. Oom janji. Mata Lisa melebar. Yang bisa mengejar Lisa? Adik Lisa? Tanyanya bersemangat. Tapi kata Tante nuniek...Lisa menatap Nuniek di belakangnya. Kata tante,  hanya Mama yang bisa memberikan. Handoko menoleh sebentar ke arah ku. Pandangannya begitu menusuk. Tapi bibirnya tetap tersenyum. Aku hanya dapat menunduk dan berusaha tidak menangis. Apa jadinya kalau aku sampai menangis? Boneka yang bisa ngejar Lisa, akan Oom berikan tahun depan. Dan tahun ini? “Cuma yang bisa jalan dan bicara.”seyum yang cerah menghias bibir mungil Lisa. Dan Oom akan datang di pesta Lisa? Betul? Oom janji? Tanya Lisa bersemangat. Oom janji, handoko kembali tersenyum. Terima kasih, Oom. Lisa tertawa gembira.

Oom sangat baik. Lisa mau cium Om. Boleh ya, Ma? Aku tertegun. Belum sempat berkata apa-apa ketika Handoko sudah menyorkan wajahnya ke bibir Lisa. Lisa mengecup lembut dahi Handoko. Aku tak dapat lagi menahan air mataku.. segera kupalingkan wajah ku dan keluar di ikuti Handoko. Anak yang lucu. Begitu manis, gumamnya sambil berjalan mengikuti ku keruang depan.  Kita dapat bahagia bertiga, tien. Percayalah. Sejak kedatangannya senulan yang lalu Handoko terus berusaha membujukku dan Lisa turut ikut denganya ke sumatra. Karena disana dia telah mempunyai kedudukan yang kuat. Tidak seperti delapan tahun yang lalu ketika dia meninggalkan aku sendiri saja bersama bayinya dalam rahim ku. Maafkan aku, Han, kataku perlahan. Mas Dedi sangat baik. Aku tak dapat begitu saja meninggalkannya.  Aku yakin kau tak bisa mencintainya. Jangan menipu diri. Jika itu kau katakan delapan tahun yang lalu, memang benar. Tapi tidak sekarng! Kataku tegas. Memang aku tak mencintainya ketika terpaksa menerima lamarannya. Tapi aku telah berusaha. Sedikit demi sedikit. Amat sulit memang. Tapi akhirnya aku dapat menerimanya” Handoko terdiam.

Aku tak mau mengulangi kesalahan ku yang kemarin, Han. Dia begitu membutuhkan diriku. Tapi aku tidak berada di sisinya. Malah aku pergi bersama kau Han. Aku menangis perlahan. Handoko hanya diam mengawasi. Tien.....katanya akhirnya. Sunyi sebentar. Aku tidak akan memaksamu, seandainya sekarang kau dapat bahagia dengan suami mu sekarang.  Aku tidak akan mengganggu rumah tangga mu  lagi.  Handoko berdiri dan kami saling bertatapan. Lama. Hanya mata kami yang saling bicara. Kapan kau berangkat Han?” Nanti sore.” Lambat-lambat dia mencium kening ku. “Ciuman dari seorang sahabat,” katanya perlahan. Aku mengangguk lemah. “Selamat tinggal, Tien.” Handoko baru mau  melangkah pergi ketika tiba0tiba suara Lisa memecah kesunyian. Oom....” Handoko tertegun. Lisa melongokan kepalanya dari jendela kamar. Lisa gak bisa tidur, Om, katanya sambil tersenyum. Oom janji datang ke pestra Lisa kan?  Nah, Oom belum tahu tanggalnya. Tanggal 20 jam 10!” lagi-lagi Handoko tertegun. Dia melihat sekilas kearah ku. Oom akan datang, Lisam katanya lirih sambil tersenyum. Seandainya kami tidak melakukan kesalahan itu. Mereka tak usah berpisah sekarang . tak akan ada perpisahan antara seorang ayah dengan putrinya. !

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Mas Dedi sedang duduk di pembaringan saat aku dan Lisa meneengoknya sore itu. Papa! Lisa lari mengambur kepelukan ayahnya. Papa, lisa sayang papa! Di kecupnya pipi ayahnya. Dan ini satu lagi dari Mama katanya sambil mengecup pipi yang satunya lagi. Mas Dedi tersenyum menatap Lisa. Sekilas dia menatap ku. Tiba-tiba saja dia mengeluh berat. Kenapa, Pa? Lisa merangkul manja. Kata Mama, Papa akan cepat sembuh. Lisa , ku potong kata-katanya sambil duduk di sisi pembaringan. Sekarang duduklah yang manis. Lisa mematuhi perintah ku. Mas......, Kubelai wajah suami ku perlahan. Hanya itu yang dapat keluar dari mulut ku. Maafkan kejadian semalam...., Aku baru hendak berkata lagi ketika perawat menyentuh bahu ku. Maaf, bu, Bapak tidak boleh terlalu lelah. Kalau begitu, beristirahat saja dulu, ,Mas. Jangan pikirkan  apa-apa. Aku bangkit dan  membimbing tangan Lisa. Bilang sama Pap, Lisa mau pulang dulu ya. Papa, Lisa ulang tahun minggu depan. Papa cepat sembuh ya. Lisa mau pesta sama teman-teman. Mas Dedi bergumam lemah, tak jelas apa yang di katakanya. Papa? Lisa nggak ngerti apa yang Papa bilang. ?  Papa menanyakan hadiah ulang tahun mu, Lisa, kata ku mencoba menengahi. Boneka beruang Papa. Yang besar dan coklat. Seperti punya Titin.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Ketika memasuki kamar Lisa malam itu. Dia sedang asyik mencoret tanggal sembilan belas di alamanak diatas ranjangnya. Mama......, suaranya sangat cerah. Besok Lisa ulang tahun. Lihat , Ma! Lisa menujuk sebuah kursi di sudut kamar. Disana, diatas kursi, Lisa telah menyiapkan gaun serba merah, sepatu merah, kaus kaki dan tas merah, pita merah, semuanya tersusun rapi. Itu yang akan Lisa pakai besok, Ma. Semuanya serba merah. Mama bilang merah ini berarti kegembiraan, bukan? Aku begitu terharu. Lisa benar-benar sudah bersiap untuk berpesta. ! sekarang tidur dulu ya. Sudah  malam,nanti Lisa terlambat bangun besok. Kataku sambil membaringkan Lisa dan menecup dahinya, wajah Handoko tercermin nyata di wajahnya. Aku mengeluh perlahan dan segera mematikan lampu

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Jam dingding hampir menujuk ke angka sepuluh ketika kulayangkan sekali lagi pandangan ku keseluruh kamar tidur Lisa.semuanya sudah tampak rapi, sebentar lagi Lisa akan pulang. Dia akan berlari-lari kekamarnya dan menemukan begitu banyak hadiah yang begitu di harapkannya. Dia akan melompat-lompat dan menari-nari ke girangan. Tawanya yang cerah akan pecah berderai seakan-akan tidak akan berhenti. Membayangkan lagak putriku, diam-diam aku tersenyum  sendiri. Dan ketika ku balikan tubuh ku, Handoko telah berada di ambang pintu. Ada boneka besar ditangannya. Kami bertatapan sebentar. Akan ku berikan sendiri kepadanya. Terima kasih, Han. Kamu adalah tamunya yang pertama. Akku mencoba tersenyum ramah. Handoko membalas senyum ku dengan memperhatikan sebuah gambar di atas ranjang Lisa. Gambar yang sederhana. Gambar buatan anak kecil. Ini tebtu gambaran Lisa. Handoko tersenyum  melihat memandang gambar seorang perempuan kecil  di tengah-tengah kedua orang tuanya. Buat Papa dan Mama, tertulis diatas gambaran itu denga tulisan-tulisan besar dan lucu. Hadiah istimewa untuk aku dan mas Dedi. Tentu gambar ku. Aku menunjuk. Dan ini mas Dedi. Ini Lisa .....oh! tiba-tiba telpon berdering.  Handoko segera mengangkatnya. Tak sengaja matanya bertatapan dengan mata ku. Dan tiba-tiba wajah nya memucat. Lisa?! Desisku histeris. Oh, anak ku! Pasti terjadi sesuatu dengannya. ! Aku dapat merasakan nya.

Aku meraskan sembilu semakin dalam mengoyak-ngoyak hati ku. Ya, Tuhan! Diambil maut. Lisa masih mendambakan pesta ulang tahunnya!  Ulang tahun yang terakhir! Oom...,  desahnya begitu melihat Handoko yang berlutut dibelakangnku.  “Mana..., bonekanya.? Handoko menyerahkan boneka besar yang sejak tadi  di peluknya. Dia sudah tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Karena begitu membuka mulutnya,  tangisnya pasti akan meledak tak tertaahankan lagi.

Tahun.... depan...,adik Lisa ya, Oom? Desisi Lisa dengan susah payah. Sebentar-sebentar dia menyeringai menahan sakit. Tapi dia masih ingin bicara. Dia baahkan hendak mengulurkan tangannya untuk membelai boneka itu. Handoko cepat-cepat  meletakan bonekanya di sis Lisa. Tapi Lisa sudah tidak mampu membelainya. Dia hanya menatap dengan lirih. Lisa capek,Ma....,rintihnya lemah. Memegang lengan Lisa erat-erat begitu di lihatnya bola mata Lisa mulai membalik dan memudar.  Lisa...., mau tidur..., dulu...., suaranya hampir  tidak  terdengar. Nanti...,   kalau  teman-teman  ...,,  sudah datang....,, bangunin Lisa ya, Ma...” jangan pergi Lisa!  Aku menjerit menelukup diatas tubuhnya. Jangan tinggalkan,Mama!” tetapi Lisa sudah pergi. Matanya tertutup rapat. Begitu manis, begitu lelap. Sekarang dia hanya  tertidur....

“Tidur yang manis, Anakku. Handoko mengecup lembut keningnya. Saat itu pintu terbuka. Seorang perawat mendorong sebuah kursi roda. Diatas kursi itu mas Dedi duduk memeluk boneka beruang  permintaan Lisa. Terlambat. Lisa sudah pergi. Dan tak akan dapat lagi bermain dengan boneka itu. Aku sudah tidak ingat apa-apa lagi. Yang terakhir ku ingat hanyalah kamar tidur Lisa. Kamar yang sudah siap untuk berpesta. Teman-teman Lisa yang berdatangan dengan kado untuk Lisa. Di tangan mereka. Yang sia-sia menanti kedatangan Lisa kembali. Dan......., alamanak yang penuh denga coretan. Angka dua puluh belum lagi di coret. Lisa belum sempat mencoretnya...

                                               ***********************


0 komentar: