HUJAN
masih turun juga. Memang tak selebat tadi. Tinggal gerimis. Tetapi titik-titik
air yang turun menetes itu lumayan juga kalau membasahi baju.
Sejenak Rian yang sedang berlindung
di sebuah halte bis berperang dengan pikirannya sendiri. Terus? Atau tunggu
sebentar lagi? Sampai hujan berhenti sama sekali. Dan dia bisa tiba di rumah
Ati dengan pakaian kering.
Sayang kalau kemeja barunya lusuh
kena air hujan. Belum lagi kalau ada motor kurang ajar yang lewat nanti.
Genangan-genangan air disana dapat mencipratkan lumpur ke celananya. Tetapi
kalau dia menunggu lagi jangan-jangan dia malah kelamaan sampai di rumah Ati.
Lebih lagi kalau gadis itu keburu ngambek. Rian pasti tidak sempat untuk
menjelaskan kenapa dia terlambat.ati sudah mengunci dirinya dikamar. Dan tidak
mau keluar meskipun dia tahu Rian sudah setengah jam menunggu di ruang tamu.
Kadang-kadang Rian memang tidak bisa
memahami jiwa Ati. Jangankan mengerti. Menerka-nerka saja susah. Hari ini dia
kelihatan manja kepada Rian. Tetapi esok dia tampak begitu acuh tak acuh. Lusa
lain lagi. Kadang-kadang Rian jadi beranya-tanya sendiri. Cintakah Ati
kepadanya? Ati memang baru berumur enam belas tahun. Masih puber. Jiwanya masih
labil seperti kincir angin. Lagipilula
mereka bertemu memang dengan cara yang agak lain dari yang biasa. Gadis
itulah yang pertama kali menghubungi Rian lebih dulu. Dia tertarik dengan suara
Rian. Sebagai penyiar radio amatir yang ngetop. Suaranya memang banyak di
gandrungi gadis-gadis remaja seusia Ati. Ati dan teman-temannya malah bertaruh
siapa yang lebih dulu dapat berkenalan
dengan penyiar radio yang simpatik itu. Ternyata Atilah yang paling beruntung.
Keberanian nya untuk datang sendiri ke markas tempat Rian bertugas menyebabkan
dia memenangkan taruhan. Sekaligus memenangkan hati Rian.
Untuk beberapa bulan kemudian mereka
kemana-mana bersama-sama. Ati seakan-akan demikian bangga memamerkan Rian
dengan teman-temannya. Dia malah setia menunggu Rian sampai selesai bertugas kalau
hendak pergi ke pesta ini atau menghadiri pesta ulang tahun si Anu. Ati tidak
segan-segan nongkrong di markasnya, ngobrol-ngobrol bersama rekan-rekan penyiar
yang lain kalau kebetulan sedang siaran. Mula-mula tentu saja Rian tidak
keberatan. Dia malah bangga ada gadis secantik Ati menunggunya sampai selesai
siaran. tapi lama-kelamaan , entah darimana datangnya perasaan itu. Rian merasa
Ati bukan lagi sekedar duduk-duduk disana untuk menunggunya. Ati sengaja datang
kesana untuk bertemu dengan Roni. Rekannya yang satu ini memang suaranya tak
sesimpatik Rian. Tapi tampangnya meyakinkan. Bukan Cuma cakep, tubuhnya pun
atletis, paling berbobot. Bukan ukuran-ukuran pemuda yang kerdil kurang gizi.
Atau kurus kering karena terlalu banyak begadang sambil minum alkohol.
Otot-ototnya seperti atlit . kulitnya paling bersih. Tidak di corat-coret
dengan segala Tatoo yang membuat badan yang hanya selembar itu jadi lebih mirip
lagi dengan papan tulis. Pakainya pun rapi. Tidak nyetrik. Tapi cukup modis.
Suaranya mantap. Sikapnya dewasa. Penampilannya membuat semua gadis yang berada
di dekatnya merasa nyaman,termasuk Ati. Sejak pertama kali datang. Ati memang
sudah merasa tertari kepada Roni. Dia memang datang kesana untuk menemui Rian.
Kebetulan saat itu Rian sedang siaran. Roni lah yang menemaninya ngobrol. Dan sejak
itupun Ati sudah tahu, dia sudah jatuh hati kepada Roni. Apalagi ketika Roni
muncul. Ternyata baik sikapnya mupun tampangnya tak sesimpatik suaranya.
Penampilannya agak norak. Apalagi didepan gadis yang batu di kenalnya. Gadis
yang jauh-jauh untuk mencarinya.
Lain benar dengan Roni. Meskipun
bukan dia yang dicari, pelayanannya sebagai tuan rumah benar-benar mengagumkan.
Tidak kurang. Tapi tidak juga berlebihan. Wajar. Hanya sudah kepalang ingin
memenangkan taruhan. Ati membawa Rian untuk di pamerkan kepada teman-temannya.
Sesudahnya ia sebenarnya ingin mundur saja. Kalau Cuma yang sebegitu, tidak
usah jauh-jauh dia mencari ke radio. Di sekolahnya saja banyak kok! Ngapin dia
panas-panas mesti naik bajaj ke sana? Berjam-jam nongkrong menunggu Rian
selesai siaran. Seperti sudah tidak ada lagi lelaki di SMA—nya! Yang nganggur
juga nggak kurang! Kalau akhirnya Ati datang dan datang lagi kesana. Semua
gara-gara Roni. Gara-gara si ganteng itu ada di sana . dan Ati ingin
menemuinya. Dia tidak punya cara lain karena Roni sendiri tidak ada inisiatif
untuk membuka jalan lebih dulu. Roni memang selalu melayaninya dengan ramah.
Sama seperti Ati baru pertama kali datang dulu. Dia tidak pernah bosan menemani
Ati ngobrol. Dan menurut perasaan Ati , Roni juga gembira kalau dia datang.
Tetapi kenapa Roni tidak pernah
datang ke rumah? ,emgapa dia tidak pernah menelpon meskipun Ati sudah beberapa
kali meninggalkan nomor teleponnya? Mengapa dia hanya pasif menunggu? “Tentu
saja dong!” desis yayuk ketika Ati menyapaikan uneg-uneg hatinya. Nah, mana dia
tahu kamu naksir padanya? Aku saja nggak tahu
kok! Dia kan cowok! Mestinya dia
aktif dong! Mana dia berani? Dia pikir kan kamu ceweknya Rian! Ah, Rian kan
Cuma jembatan. Supaya aku bisa ketemu dia. Tapi sudah hampir setahun kita
bergaul, dia begitu-gitu juga! Dingin tidak hangat pun tidak! Kalau begitu
lebih baik kau putuskan hubungan mu dengan Rian. Dan aku tak punya alasan lagi
untuk menemui Roni? Kalau dia mencintaimu, dia pasti akan mencarimu. Kalau
tidak? Itu tandanya kamu bertepuk sebelah tangan! Tapi aku betul-betul
mencintainya, yuk!ambil saja yang sudah ready stock, Ti. Sudah kucoba, Yuk.tapi
nggak bisa. Rian memang baik.sabar. setia. Tapi gimana ya, aku gak bisa aja.
Rasanya pikiran ku selalu lari ke Roni sajawalaupun badan ku bersama Rian. Wah,
gawat tuh.! Nggak ada jalan lain. Kamu mesti ngomong blak-blakan. Kasihan Rian.
Nanti dia keburu serius. Kalau dia bunuh diri, habis kamu di ganyang fansnya!
Yayuk memang begitu. Enak saja kalau
ngomong. Kadang-kadang Ati iri padanya. Dia tidak pernah punya pacar. Tidak
pernah pusing. Tidak pernah merasa untuk diet. Tidak heran kalau badannya
seperti karung penuh,. Dan dia tidak pernah sakit maag.! Orang bilang, sakit
maag erat hubunganya dengan pikiran. Kalau lagi banyak pikiran. Maag bisa
ikut-ikutan kumat. Seperti Ati. Kalau dia sedang bingung bagaimana cara menukar
Rian—nya dengan roni. Lambungnya seperti latah, ikut-ikutan perih. Seminggu
saja tidak melihat dia, aku sudah kangen, Yuk. Keluh Ati sambil memijit
keningnya yang mulai terasa berdenyut-denyut lagi. Apalagi kalau dengar
suaranya di radio. Terus terang saja sama Rian, Ti. Siapa tahu dia bisa
menolongmu. Jika Rian tidak ada, sudah beberapakali memang Ati bertekad untuk terus
terang. Tetapi setiap kali berhadapan, kata-kata yang sudah lama disusunya
hilang entah kemana. Seperti sore ini. Rian duduk dihadapanya dengan secangkir
teh panas. Rambutnya basah. Kemejanya juga. Itu pasti kehujana. Kasihan.
Dingin-dingi begini dia datang juga. Padahal gadis yang dikunjunginya sedang
memikirkan orang lain. Merindukan pemuda lain.
Kamu tidak adil, Ti! Entah sudah
berapa puluh kali hati kecilnya memaki. Kamu memperalat Rian untuk mendapatkan
Roni. Kamu memakai dia hanya sebagai jembatan untuk meraih lelaki yang kamu
cintai! Ada apa sih, Ti? Desis Rian bingung. Sudah setengah jam mereka duduk
berhadapan. Tapi Ati belum bicara apa-apa. Dan Rian tidak mampu membaca apa
yang tersirat di balik kebingungan wajh Ati. Katanya kamu mau ngomong sesuatu.
Dari mana aku harus mulai, pikir Ati gugup. Apa yang mesti kukatakan?
Blak-blakan aja deh, Ti, terngiang lagi kata-kata Yayuk kemarin. Sebelum dia
keburu serius! Aku ingi mengakhiri hubungan kita sampai disini aja ,Rian.....”
desah Ati terputus-putus. Dia tidak berani mengangkat mukanya membalas tatapn
Rian. Dia tidak sampai hati melihat kehancuran hati pemuda itu. Dia hanya
menerka-nerka seperti apa air muka Rian sekarang. Marahkah dia?
Sedih?atau....,kecewa? Sejenak Ati tidak mendengar apa-apa. Ruang itu menjadi
hening. Hanya tetes-tetes air hujan diluar . dan helaan napas Rian yang sampai
ketelinga Ati. Lalu setelah menunggu berabad-abad dalam kekosongan, Ati
mendengar suara itu. Suara yang amat perlahan dan tawar. Ini keputusan mu
sendiri? Ati Cuma mengangguk. Orang tuanya memang tidak menyukai Rian. Anak
Radio. Apa yang dapat diharapkan dari mereka? Ayah Ati menyukai laki-laki yang
bekerja keras mencari uang. Bukan Cuma menjual suara.! Tetapi mereka cukup
demokratis. Mereka tidak menghalangi anaknya pacaran dengan siapa saja. Asal
hanya terbatas pada taraf itu. Kalau menikah nanti dulu!
Itu bukan lagi persoalan yang dapat
di pecahkan oleh remaja. Orang tua mesti turut campur. Dan kalau orangtua sudah
ikut campur. Pilihan mereka pasti tidak jatuh pada pemuda semacam Rian. Calon
mereka harus lebih bonafid! Bagi mereka, anak adalah tabungan bagi ayah dan
ibunya di hari tua. Bagaimana mau menumpang hidup kalau menantu nya seperti
itu. ! sekolah saja sudah drop out! Salah-salah mereka yang memberi makan
menantu! Mana mereka mau mengerti denganm segala macam cinta! Tidak ada di
kamus mereka. Apa karena ada orang lain? Desak Rian penasaran. Dia rela melepas
Ati. Tetapi dia mesti tahu apa sebabnya. Sekali lagi Ati mengangguk. Dia telah
merasa bedosa kepada Rian. Dan tak mau lagi menambah dosanya dengan berdusta.
Rekanku juga? Pancing Rian sekali lagi. Untuk ketiga kalinya Ati mengangguk.
Maafkan aku, Rian, desisnya sambil menunduk semakin dalam. Mangapa baru kau
katakan sekarang , Ati? Aku takut melukai hatimu. Tapi akhirnya kaulukai juga
kan? Sudah kucoba untuk mencintaimu, Rian
......tapi aku tak dapat! Dia juga mencintaimu? Dia? Ati mengangkat
mukanya dengan heran. Tetapi begitu matanya bertemu demgan mata Rian cepat-cepat di tundukan kembali kepalanya.
Tidak sampai hati melihat yang sedang berlumur duka itu. Laki-laki yang
kuncintai itu. Rian tidak menyebutkan namanya meskipun dia sudah tahu siapa
yang sedang mereka bicarakan. Dia juga mencintaimu? Aku tidak tahu ........ kami sama-sama tidak berani
mengkhianati mu. Aku akan menemuinya. Janga, Rian! Ati mengangkat mukanya dengan terkejut.
Ditatapnya pemuda itu dengan penuh permohonan. Dia tidak bersalah! Dia tidak
pernah mengkhianatimu!
Aku tahu. Tidak adil menyalahkanya,
Rian! Dia tidak permah berani mendekatiku. Dia tetap menganggapku milikmu. Aku
Cuma ingin menyapikan padanya kau mencintai dia. Jangan! Bantah Ati segera.
Kalau dia mencintaiku,m dia harus datang sendiri kepada ku. Aku ingin mencintai
seorang laki-laki . bukan seorang anak kecil.kalau begitu, kata Rian setenang
biasa. Aku hanya ingin menyampaikan padanya , diantara kita sudah tidak ada
apa-apa lagi. Kita Cuma teman biasa. Sekarang Ati menatap Rian dengan terharu.
Ternyata dibalik wajah nya yang sedrhana. Dia menyimpan sebentuk hati yang
mulia. Wajahnya tidak menapakan betapa sakitnya patah hati. Tetapi Ati tahu,
dibalik ketengan sikapnya. Dia sedang menangis. Cuma dia seorang laki-laki yang
tabah dia tetap tegak seperti sebuah batu karang yang kokoh. Tidak menjadi
pemuda yang cengeng yang merintih meratapi cintanya yang gagal. Dan ini lebih
menambah lagi kekaguman Ati kepadanya.
Sampai hari ini Ati masih menunggu kedatangan Roni. Tetapi yang ditunggu-tunggu
tidak kunjung datang juga. Hanya suaranaya yang masih tetap setia mengunjungi
Ati melalui radio kesayanganya.
Ati juga masih dengan setia
mendengarkan suara Rian setiap kali dia siaran. Ddan setiap kali mengagumi
suara yang simpatik itu , Ati jadi bertanya-tanya sendiri, benarkah dia tidak
mencitai Rian? Atau dia mesti menunggu dua-tiga tahun lagi sampai jiwanya cukup
dewasa untuk memilih kembali? Siapa tahu saat itu dia sudah dapat membedakan
kekaguman dengan cinta sejati!
*****************************************
0 komentar:
Posting Komentar